PERTANIAN ORGANIK
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas segenap rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah ini Dalam penulisan makalah ini, penulis tak lupa mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang membantu dalam penulisan makalah ini.
Penulis
menyadari segala yang penulis tulis pada makalah ini masih kurang sempurna,
maka segala saran dan kritik yang bersifat membangun demi kesempurnaan makalah
ini akan senantiasa penulis nantikan. Penulis juga berharap yang ditulis dalam
makalah ini dapat berguna bagi pembaca.
KELOMPOK 9
PENDAHULUAN
A. Latar
belakang
Memasuki
abad 21, masyarakat dunia mulai sadar bahaya yang ditimbulkan oleh pemakaian
bahan kimia sintetis dalam pertanian. Orang semakin arif dalam memilih bahan
pangan yang aman bagi kesehatan dan ramah lingkungan. Gaya hidup sehat dengan
slogan Back to Nature telah menjadi trend baru meninggalkan pola hidup lama
yang menggunakan bahan kimia non alami, seperti pupuk, pestisida kimia sintetis
dan hormon tumbuh dalam produksi pertanian. Pangan yang sehat dan bergizi
tinggi dapat diproduksi dengan metode baru yang dikenal dengan pertanian organik.
Pertanian
organik (PO) juga tunduk pada prinsip diatas, pada hukum alam. Segala yang ada
di alam adalah berguna dan memiliki fungsi, saling melengkapi, melayani dan
menghidupi untuk semua. Dalam alam ada keragaman hayati dan keseimbangan
ekologi. Maka, PO pun menghargai keragaman hayati dan keseimbangan ekologi.
Berjuta tahun alam membuktikan prinsipnya, tak ada eksploitasi selain
optimalisasi pemanfaatan. Demikian halnya PO, tidak untuk memaksimalkan hasil,
tidak berlebih; tetapi cukup untuk semua makhluk dan berkesinambungan. Inilah
filosofi mendasar PO.
Pertanian
organik adalah teknik budidaya pertanian yang mengandalkan bahan-bahan alami
tanpa menggunakan bahan-bahan kimia sintetis. Tujuan utama pertanian organik
adalah menyediakan produk-produk pertanian, terutama bahan pangan yang aman
bagi kesehatan produsen dan konsumennya serta tidak merusak lingkungan. Gaya
hidup sehat demikian telah melembaga secara internasional yang mensyaratkan
jaminan bahwa produk pertanian harus beratribut aman dikonsumsi (food safety
attributes), kandungan nutrisi tinggi (nutritional attributes) dan ramah
lingkungan (eco-labelling attributes). Preferensi konsumen seperti ini
menyebabkan permintaan produk pertanian organik dunia meningkat pesat.
Indonesia
memiliki kekayaan sumberdaya hayati tropika yang unik, kelimpahan sinar
matahari, air dan tanah, serta budaya masyarakat yang menghormati alam, potensi
pertanian organik sangat besar. Pasar produk pertanian organik dunia meningkat
20% per tahun, oleh karena itu pengembangan budidaya pertanian organik perlu
diprioritaskan pada tanaman bernilai ekonomis tinggi untuk memenuhi kebutuhan
pasar domestik dan ekspor.
PEMBAHASAN
A.
Peluang
Pertanian Organik di Indonesia
Luas lahan
yang tersedia untuk pertanian organik di Indonesia sangat besar. Dari 75,5 juta
ha lahan yang dapat digunakan untuk usaha pertanian, baru sekitar 25,7 juta ha
yang telah diolah untuk sawah dan perkebunan (BPS, 2000). Pertanian organik
menuntut agar lahan yang digunakan tidak atau belum tercemar oleh bahan kimia
dan mempunyai aksesibilitas yang baik. Kualitas dan luasan menjadi pertimbangan
dalam pemilihan lahan. Lahan yang belum tercemar adalah lahan yang belum
diusahakan, tetapi secara umum lahan demikian kurang subur. Lahan yang subur
umumnya telah diusahakan secara intensif dengan menggunakan bahan pupuk dan
pestisida kimia. Menggunakan lahan seperti ini memerlukan masa konversi cukup
lama, yaitu sekitar 2 tahun.
Volume
produk pertanian organik mencapai 5-7% dari total produk pertanian yang
diperdagangkan di pasar internasional. Sebagian besar disuplay oleh
negara-negara maju seperti Australia, Amerika dan Eropa. Di Asia, pasar produk
pertanian organik lebih banyak didominasi oleh negara-negara timur jauh seperti
Jepang, Taiwan dan Korea.
Potensi
pasar produk pertanian organik di dalam negeri sangat kecil, hanya terbatas
pada masyarakat menengah ke atas. Berbagai kendala yang dihadapi antara lain:
1) belum ada insentif harga yang memadai untuk produsen produk pertanian
organik, 2) perlu investasi mahal pada awal pengembangan karena harus memilih
lahan yang benar-benar steril dari bahan agrokimia, 3) belum ada kepastian
pasar, sehingga petani enggan memproduksi komoditas tersebut.
Areal tanam
pertanian organik, Australia dan Oceania mempunyai lahan terluas yaitu sekitar
7,7 juta ha. Eropa, Amerika Latin dan Amerika Utara masing-masing sekitar 4,2
juta; 3,7 juta dan 1,3 juta hektar. Areal tanam komoditas pertanian organik di
Asia dan Afrika masih relatif rendah yaitu sekitar 0,09 juta dan 0,06 juta
hektar (Tabel 1). Sayuran, kopi dan teh mendominasi pasar produk pertanian
organik internasional di samping produk peternakan.
Areal tanam
pertanian organik masing-masing wilayah di dunia, 2002
No. Wilayah
Areal Tanam (juta ha)
ü Australia
dan Oceania 7,70
ü Eropa 4,20
ü Amerika
Latin 3,70
ü Amerika Utar
1,30
ü Asia 0,09
ü Afrika 0,06
Sumber:
IFOAM, 2002; PC-TAS, 2002.
Prinsip
pertanian organik pada dasarnya adalah berteman akrab dengan alam, tidak
mencemari dan merusak lingkungan hidup. Alasan utama penggunaan bahan kimia
adalah untuk menyuburkan tanah dan memberantas hama serta penyakit. Padahal,
melalui sistem pertanian organik, dua masalah itu dapat diatasi. Untuk
menyuburkan tanah, petani bisa memanfaatkan tanaman famili leguminosae, seperti
kacang-kacangan, selain pupuk kandang tentunya. Tanaman jenis ini mempunyai
bintil-bintil akar yang mampu menambat nitrogen yang dapat diserap oleh
tanaman. Sementara sebagai pengganti pestisida, petani dapat menggunakan antara
lain nimba, tembakau, brotowali, awar-awar, gadung, kelor, mindi, ketepeng
kebo, mengkudu, mahoni, tuba teprosia, papaya, johar, buah lerak, sirsak,
srikaya, dan jarak kepya. Pestisida alami ini dapat dengan mudah dibuat, tidak
mencemari udara, tidak berbahaya, dan tidak meracuni konsumen karena 100%
bersifat bio-degradable. Terlebih lagi, tanaman-tanaman ini mudah diperoleh dan
dibudidayakan
Indonesia
memiliki potensi yang cukup besar untuk bersaing di pasar internasional
walaupun secara bertahap. Hal ini karena berbagai keunggulan komparatif antara
lain : 1) masih banyak sumberdaya lahan yang dapat dibuka untuk mengembangkan
sistem pertanian organik, 2) teknologi untuk mendukung pertanian organik sudah
cukup tersedia seperti pembuatan kompos, tanam tanpa olah tanah, pestisida
hayati dan lain-lain.
Pengembangan
selanjutnya pertanian organik di Indonesia harus ditujukan untuk memenuhi
permintaan pasar global. Oleh sebab itu komoditas-komoditas eksotik seperti
sayuran dan perkebunan seperti kopi dan teh yang memiliki potensi ekspor cukup
cerah perlu segera dikembangkan. Produk kopi misalnya, Indonesia merupakan
pengekspor terbesar kedua setelah Brasil, tetapi di pasar internasional kopi
Indonesia tidak memiliki merek dagang.
Pengembangan
pertanian organik di Indonesia belum memerlukan struktur kelembagaan baru,
karena sistem ini hampir sama halnya dengan pertanian intensif seperti saat
ini. Kelembagaan petani seperti kelompok tani, koperasi, asosiasi atau
korporasi masih sangat relevan. Namun yang paling penting lembaga tani tersebut
harus dapat memperkuat posisi tawar petani.
Pertanian Organik Modern
Beberapa
tahun terakhir, pertanian organik modern masuk dalam sistem pertanian Indonesia
secara sporadis dan kecil-kecilan. Pertanian organik modern berkembang memproduksi
bahan pangan yang aman bagi kesehatan dan sistem produksi yang ramah
lingkungan. Tetapi secara umum konsep pertanian organik modern belum banyak
dikenal dan masih banyak dipertanyakan. Penekanan sementara ini lebih kepada
meninggalkan pemakaian pestisida sintetis. Dengan makin berkembangnya
pengetahuan dan teknologi kesehatan, lingkungan hidup, mikrobiologi, kimia,
molekuler biologi, biokimia dan lain-lain, pertanian organik terus berkembang.
Dalam sistem
pertanian organik modern diperlukan standar mutu dan ini diberlakukan oleh
negara-negara pengimpor dengan sangat ketat. Sering satu produk pertanian
organik harus dikembalikan ke negara pengekspor termasuk ke Indonesia karena
masih ditemukan kandungan residu pestisida maupun bahan kimia lainnya.
Banyaknya
produk-produk yang mengklaim sebagai produk pertanian organik yang tidak
disertifikasi membuat keraguan di pihak konsumen. Sertifikasi produk pertanian
organik dapat dibagi menjadi dua kriteria yaitu:
a) Sertifikasi Lokal untuk pangsa pasar dalam negeri.
Kegiatan pertanian ini masih mentoleransi penggunaan pupuk kimia sintetis dalam
jumlah yang minimal atau Low External Input Sustainable Agriculture (LEISA),
namun sudah sangat membatasi penggunaan pestisida sintetis. Pengendalian OPT
dengan menggunakan biopestisida, varietas toleran, maupun agensia hayati. Tim
untuk merumuskan sertifikasi nasional sudah dibentuk oleh Departemen Pertanian
dengan melibatkan perguruan tinggi dan pihak-pihak lain yang terkait.
b) Sertifikasi Internasional untuk pangsa ekspor dan
kalangan tertentu di dalam negeri, seperti misalnya sertifikasi yang
dikeluarkan oleh SKAL ataupun IFOAM. Beberapa persyaratan yang harus dipenuhi
antara lain masa konversi lahan, tempat penyimpanan produk organik, bibit,
pupuk dan pestisida serta pengolahan hasilnya harus memenuhi persyaratan
tertentu sebagai produk pertanian organik.
Beberapa
komoditas prospektif yang dapat dikembangkan dengan sistem pertanian organik di
Indonesia antara lain tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, tanaman rempah
dan obat, serta peternakan, (Tabel 2). Menghadapi era perdagangan bebas pada
tahun 2010 mendatang diharapkan pertanian organik Indonesia sudah dapat
mengekspor produknya ke pasar internasional.
Komoditas yang layak dikembangkan dengan
sistem pertanian organik
No. Kategori
Komoditi
ü Tanaman
Pangan Padi
ü Hortikultura
Sayuran: brokoli, kubis merah, petsai, caisin, cho putih, kubis tunas, bayam
daun, labu siyam, oyong dan baligo. Buah: nangka, durian, salak, mangga, jeruk
dan manggis.
ü Perkebunan
Kelapa, pala, jambu mete, cengkeh, lada, vanili dan kopi.
ü Rempah dan
obat Jahe, kunyit, temulawak, dan temu-temuan lainnya.
ü Peternakan
Susu, telur dan daging
B.
Lahan
Pada
dasarnya semua lahan dapat dikembangkan menjadi lahan PO. Yang terbaik adalah
lahan pertanian yang berasal dari praktek pertanian tradisional atau hutan alam
yang tidak pernah mendapatkan asupan bahan-bahan agrokimia (pupuk dan
pestisida).
Namun,
bila lahan yang digunakan berasal dari lahan bekas budidaya pertanian
konvensional (menggunakan pupuk dan pestisida kimia), lebih dahulu perlu
dilakukan konversi lahan. Konversi lahan adalah upaya yang bertujuan untuk
meminimalkan kandungan sisa-sisa bahan kimia yang terdapat dalam tanah dan
memulihkan unsur fauna dan mikroorganisme tanah. Lamanya konversi tergantung
dari intensitas pemakaian input kimiawi dan jenis tanaman sebelumnya (sayuran,
padi atau tanaman keras).
Masa
konversi dapat diperpanjang/diperpendek tergantung pada sejarah lahan tersebut.
Bila masa konversi telah lewat, lahan tersebut merupakan lahan organik. Bila
kurang dari itu, maka lahan tersebut masih merupakan lahan konversi menuju
organik.
C.
Benih
Benih
yang digunakan untuk budidaya PO adalah benih yang tidak mendapatkan perlakuan
rekayasa genetika. Petani sebaiknya menggunakan benih lokal, atau benih hibrida
yang telah beradaptasi dengan alam sekitar.
Keunggulan menggunakan benih lokal adalah mudah memperolehnya dan murah harganya, bahkan petani bisa membenihkan sendiri. Selain itu, benih lokal memiliki asal usul yang jelas dan sesuai dengan kondisi alam sekitar. Dengan memakai benih sendiri, petani juga tidak tergantung pada pihak luar.
Keunggulan menggunakan benih lokal adalah mudah memperolehnya dan murah harganya, bahkan petani bisa membenihkan sendiri. Selain itu, benih lokal memiliki asal usul yang jelas dan sesuai dengan kondisi alam sekitar. Dengan memakai benih sendiri, petani juga tidak tergantung pada pihak luar.
D.
Persiapan tanam
Lahan
yang digunakan untuk produksi PO sedapat mungkin dijaga kestabilannya tanpa
harus mengacaukan, yaitu berpedoman pada metode sedikit olah tanah (minimum
tillage).
E.
Tanam
Prinsip
yang diterapkan dalam praktek penanaman PO selalu mencerminkan adanya
tumpangsari agar tercipta keanekaragaman tanaman (varietas). Perencanaan dan
teknik penanaman perlu disesuaikan dengan sifat tanaman, prinsip-prinsip
pergiliran tanaman dan kondisi cuaca setempat.
F.
Pemeliharaan Tanaman
Setiap
tanaman memiliki sifat karakteristik tertentu, maka pemeliharaan tanaman
ditentukan oleh sifat karakteristik tersebut. Dengan mengenali karakteristik
tanaman petani dapat dengan mudah melakukan pemeliharaan yang sesuai, sehingga
tujuan pemeliharaan tercapai yaitu “kebahagiaan tanaman itu sendiri”.
G.
Pemupukan
Secara
teori, lahan PO akan semakin subur karena proses-proses yang diterapkan
berpedoman pada pemeliharaan tanah. Tetapi realitanya, petani seringkali kurang
memahami hal ini sehingga tanah selalu lebih banyak kehilangan unsur hara
—melalui erosi, penguapan, dsb— dibandingkan dengan hara yang
diberikan/ditambahkan. Maka prinsip pemupukan ditentukan oleh kepekaan kita
dalam mengamati/menilai kapan tanaman kekurangan makanan.
H.
Pengendalian HPT/OPT
PO
berbasis pada keseimbangan ekosistem. Konsekuensinya semua organisme yang ada
(termasuk hama) dipandang ikut berperan dalam proses keseimbangan tersebut.
Dengan kata lain, tidak ada mahluk hidup yang tidak berguna. Yang diperlukan
adalah mengendalikan hama/penyakit supaya tidak berada dalam jumlah berlebihan
Pola
tumpangsari, pergiliran tanaman, pemulsaan, rekayasa teknik menanam, dan
manajemen kebun menjadi pilihan metode pengendalian HPT karena sesuai dengan
prinsip keseimbangan.
Penggunaan
pestisida alami diperlukan sejauh kita tahu bahwa di lahan PO sedang terjadi
ketidakseimbangan, yang terlihat pada munculnya gangguan hama/penyakit. Kadar
pemakaiannya juga tergantung dari tingkat gangguan yang ada.
I.
Panen
Setiap
langkah dalam proses produksi akan dinilai dari hasil panenan. Prinsip dalam
panen adalah menjaga standar mutu dengan memanen tepat waktu sesuai kematangan.
Cara pemanenan juga perlu berhati-hati sehingga tidak menimbulkan kerusakan
atau kehilangan hasil yang lebih besar.
J.
Pasca Panen
Kegiatan
pasca panen harus mampu menekan kerusakan hasil seminimal mungkin. Metode
pengolahan yang dilakukan tidak boleh mengubah sama sekali komposisi bahan
aslinya. Karenanya proses seleksi, pencucian, pengepakan, penyimpanan dan
pengangkutan produk organik perlu berhati-hati agar kondisi tetap segar dan
sehat ketika berada di tangan pembeli. Dalam PO, kegiatan pasca panen
menghindari pemakaian bahan pengawet atau perlakuan kimiawi lainnya dan
seminimal mungkin melakukan proses pengolahan.
Dalam PO berlaku standar yang berfungsi
sebagai pedoman bagi petani dan pelaku lain dalam menjalankan usahanya di
bidang ini. Standar ini berisi prinsip-prinsip mendasar PO dan hal-hal umum
yang sebaiknya dilakukan dan dihindari dalam bertani organik. Sebagai contoh, pemerintah
telah menerbitkan SNI (Standar Nasional Indonesia ) 01-6729-2002 tentang Sistem
Pangan Organik yang dapat menjadi acuan bagi para pelaku terkait pengembangan
PO. Standar ini mengacu pada standar internasional yakni Codex CAC/GL 32/1999,
dan cukup selaras dengan standar dasar IFOAM (International Federation of
Organic Agriculture Movement). BIOCert sendiri tengah mengembangkan standar PO
yang selaras dengan pedoman di atas dan sesuai dengan visi dan misi BIOCert.
PENUTUP
Kerapkali PO hanya dipahami secara
teknis bertani yang menolak asupan kimiawi atau sebagai budidaya pertanian yang
anti modernisasi atau disamakan dengan pertanian tradisional. Pemahaman ini
sungguh kurang tepat. PO bukan sekedar teknik atau metode bertani, melainkan
juga cara pandang, sistem nilai, sikap dan keyakinan hidup. PO memandang alam
secara menyeluruh, komponennya saling tergantung dan menghidupi, dimana manusia
juga adalah bagian di dalamnya.
Sistem nilai PO mendasarkan pada
prinsip-prinsip hukum alam. PO juga mengajak petani dan manusia umumnya untuk
arif dan kreatif dalam mengelola alam yang tercermin dalam sikap dan
keyakinannya. PO juga tidak menolak penggunaan teknologi modern di dalam
praktek budidayanya, sejauh teknologi modern tersebut selaras dengan prinsip
PO, yaitu keberlanjutan, penghargaan pada alam, keseimbangan ekosistem,
keanekaragaman varietas, kemandirian dan kekhasan lokal. Maka, baik kearifan
tradisional dan teknologi modern yang tunduk pada prinsip alam, keduanya
mendapat tempat dalam PO.
Gerakan PO mencoba menghimpun seluruh
usaha petani dan pelaku lain, yang secara serius dan bertanggungjawab
menghindarkan asupan dari luar yang meracuni lingkungan dengan tujuan untuk
memperoleh kondisi lingkungan yang sehat. Mereka juga berusaha menghasilkan
produksi tanaman yang berkelanjutan dengan cara memperbaiki kesuburan tanah dan
menggunakan sumberdaya alami seperti mendaur ulang limbah pertanian.
Budidaya PO, juga mendorong kemandirian
dan solidaritas di antara petani sebagai produsen. Mandiri untuk tidak
tergantung pada perusahaan-perusahaan besar penyedia pupuk dan bahan agrokimia
serta perusahaan bibit. Solidaritas untuk berdaulat dan berorganisasi demi
mencapai kesejahteraan, pemenuhan hak dan keadilan sosial bagi petani.
0 komentar:
Posting Komentar
demi melengkapi tulisan ini,sangat dibuttuhkan komentar anda
S I L A H K A N K O M E N T A R............